MA'PALAMPANGBATU Merupakan kumpulan Keluarga yang Berasal dari Salah satu daerah yang ada di Indonesia Timur, Tepatnya Toraja. Keluarga Ini Memiliki ikatan Emosional yang sangat Kuat antara Keluarga yang satu dengan yang lainnya. Memiliki Rasa Kekeluargaan yang tinggi, Kebersamaan dalam membangun,Rasa Kecintaan dan GotongRoyong yang tinggi.
Thursday, 26 March 2020
Thursday, 19 March 2020
Martir Pertama Asal Toraja YOSEP TAPPI’
Seorang Martir Pertama Asal Toraja
YOSEP TAPPI’
SeorangMartir Pertama Asal Toraja YOSEP TAPPI’
Sebuah Keadaan yang harus di hadapi pada saat itu, Mendekati
hari eksekusi, pengawal menanyakan apakah kalian sudah siap menghadapi eksekusi
jika tidak mau mengubah iman kalian. Mereka menjawab, “Meskipun badan kami
masih di sini, tetapi jiwa sudah bersama KRISTUS, di atas!”. Leher Pdt. Joesoef
Tappi langsung di tebas dengan samurai. Ia mati mempertahankan keyakinannya
Sebagai Pengikut Kristus yang sejati.
Joesoef Tappi’ yang sering di kenal dengan nama J. Tappi’ adalah
salah satu pendeta Gereja Toraja yang mati syahid (martir) dalam masa tugasnya.
Di lahirkan pada tahun 1903 di Bonggakaradeng, ia pernah berjumpa dengan A.A.
Van de Loosdrecht misionaris pertama yang datang ke Toraja ketika mengunjungi
sekolah pada Agustus 1915. Tentu hal itu menjadi inspirasi positif dalam
pelayanan selanjutnya yang ia geluti Semasa Pelayanannya.
Di Semba, Buakayu, Kabupaten Tana Toraja, Indischekerk membangun sebuah sekolah yang kemudian diserahkan kepada Zending Gereformeerde Zendingsbond (GZB) dari Belanda untuk dikelolah. Di sekolah itu Joesoef Tappi’ belajar. Ayahnya bernama Ne’ Mane’, adalah seorang To minaa (pemimpin spiritual agama leluhur Toraja), Ayahnya sendiri juga yang mengantarnya untuk mengikuti Pendidikan di GZB, sebagai bukti bahwa orang tuanya sangat mendukung pendidikan dan perubahan.
Di Semba, Buakayu, Kabupaten Tana Toraja, Indischekerk membangun sebuah sekolah yang kemudian diserahkan kepada Zending Gereformeerde Zendingsbond (GZB) dari Belanda untuk dikelolah. Di sekolah itu Joesoef Tappi’ belajar. Ayahnya bernama Ne’ Mane’, adalah seorang To minaa (pemimpin spiritual agama leluhur Toraja), Ayahnya sendiri juga yang mengantarnya untuk mengikuti Pendidikan di GZB, sebagai bukti bahwa orang tuanya sangat mendukung pendidikan dan perubahan.
Joesoef Tappi’ kemudian dikenal sebagai guru Injil, dan guru
jemaat GZB berkebangsaan Indonesia yang bekerja di medan pekabaran injil GZB.
Ia adalah ahli bahasa To minaa, bahasa sastra tinggi dalam bahasa Toraja.
Diangkat menjadi guru pada 1923, mula-mula ia ditempatkan di Simbuang, di
pedalaman Toraja, sebelum pindah ke Semba, tempatnya mendapat pendidikan
pertama. Dari Semba, ia pindah ke Rembon, Kasimpo.
Joesoef Tappi’ diangkat menjadi guru Injil pada 1928. Sebagai anak seorang pemimpin spiritual, sejak kecil ia sudah memahami adat dan budaya Toraja. Sejak kecil pula ia dikenal baik oleh zending. Hal itulah yang mungkin menjadi alasan kuat bagi GZB untuk mengangkatnya menjadi guru Injil yang ditempatkan di Pantilang, daerah yang amat bergumul soal adat dan budaya dalam kaitan dengan iman Kristen.
Pada 1930, atas permintaannya sendiri, ia dipindahkan ke Rembon. Kemampuannya sebagai seorang yang banyak memahami adat dan budaya Toraja, sangat membantu ketika diangkat menjadi sekretaris (notulensi) dalam bahasa Toraja, pada berbagai pertemuan membicarakan mengenai aluk, adat, dan Injil pada tanggal 5-6 September 1928 di Angin-angin, yang diikuti para zending dan tokoh-tokoh adat Toraja waktu itu.
Joesoef Tappi’ diangkat menjadi guru Injil pada 1928. Sebagai anak seorang pemimpin spiritual, sejak kecil ia sudah memahami adat dan budaya Toraja. Sejak kecil pula ia dikenal baik oleh zending. Hal itulah yang mungkin menjadi alasan kuat bagi GZB untuk mengangkatnya menjadi guru Injil yang ditempatkan di Pantilang, daerah yang amat bergumul soal adat dan budaya dalam kaitan dengan iman Kristen.
Pada 1930, atas permintaannya sendiri, ia dipindahkan ke Rembon. Kemampuannya sebagai seorang yang banyak memahami adat dan budaya Toraja, sangat membantu ketika diangkat menjadi sekretaris (notulensi) dalam bahasa Toraja, pada berbagai pertemuan membicarakan mengenai aluk, adat, dan Injil pada tanggal 5-6 September 1928 di Angin-angin, yang diikuti para zending dan tokoh-tokoh adat Toraja waktu itu.
MENJADI PENDETA
Dalam kondisi yang cukup sulit waktu itu, Pdt. D.J. Van Dijk
meminta jawaban secara tertulis kesediaannya untuk diurapi menjadi pendeta.
Joesoef Tappi’ tidak segera memberi jawaban yang pasti. Dalam suratnya
tertanggal 01 Mei 1941 menuliskan bahwa ia tidak mau terburu-buru menerima
jabatan itu, apalagi dalam menjalankan kedua sakramen dan dalam menyebut nama
Tuhan. “Tetapi mengingat salib Kristus untuk dosa saya, maka saya memberanikan
diri berdiri di depan jemaat, bukan dari diri saya tetapi dari Tuhan yang telah
datang ke dalam dunia sebagai raja. Sambil juga mengingat tentang apa yang
berlaku bagi Paulus, yaitu ‘Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah
keuntungan’.”
Berdasarkan surat jawaban itu, pada 26 Oktober 1941, Joesoef
Tappi’, S.T. Lande, dan P. Sangka Palisungan, ditahbiskan menjadi pendeta di
Jemaat Rantepao oleh Pdt. D.J. Van Dijk. Pdt. Joesoef Tappi’ kemudian
ditempatkan di Resort Makale-Sangalla’.
MENGAMBIL ALIH KEPEMIMPINAN
Dalam masa pendudukan tentara Jepang, para Zending dari Belanda
ditawan dan ditahan oleh tentara Jepang, untuk melanjutkan misi pelayanan dan
siar agama Kristen di wilayah Toraja, GZB menyerahkankan kepemimpinan kepada
pendeta pribumi. Dalam kondisi demikian, para pendeta yang diurapi oleh Zending
membentuk “Koempoelan Pendeta-Pendeta”. Dalam kepengurusan, Pdt. S.T. Lande
bertindak sebagai ketua, Pdt. Joesoef Tappi’ menjadi sekretaris, Pdt. P. Sangka
Palisungan menjabat bendahara, dan Pdt. J. Soemboeng serta F. Ba’siang menjadi
komisaris. Mereka melanjutkan pelayanan yang selama ini dilakukan oleh GZB.
Dalam masa pendudukan Jepang itu, Pdt. Joesoef Tappi’ dipindahkan ke Masamba. Di Masamba bersama-sama seorang Kepala Polisi yang bernama WR Papayungan dan juga Banne yang bertugas sebagai mantra kehutanan. Mereka mendirikan gedung Gereja disana yang terbuat dari kayu.
Dalam masa pendudukan Jepang itu, Pdt. Joesoef Tappi’ dipindahkan ke Masamba. Di Masamba bersama-sama seorang Kepala Polisi yang bernama WR Papayungan dan juga Banne yang bertugas sebagai mantra kehutanan. Mereka mendirikan gedung Gereja disana yang terbuat dari kayu.
MATI SYAHID
Dalam sejarah pekabaran Injil Toraja, pendeta pribumi yang mati
syahid pertama adalah Pdt. Joesoef Tappi. Ketika Jepang kalah oleh tentara
sekutu terjadilah peristiwa yang luar biasa bagi pekabaran injil di pulau
Sulawesi. Pdt. Tappi’ diambil dari rumahnya, lalui dibawa ke Kota Masamba.
Kemudian ia dibawa ke tempat tahanan di Kampung Tareo bersama sekitar 40 orang
Kristen lainnya. Mereka disekap di dalam lubang perlindungan yang dibuat
tentara Jepang. Dalam keadaan seperti itu, setiap hari mereka tak pernah lupa
bernyanyi-nyanyi dan berdoa, bahkan terkadang melaksanakan kebaktian rohani.
Mendekati hari eksekusi, pengawal menanyakan apakah mereka sudah siap
menghadapi eksekusi jika tidak mau mengubah imannya. Mereka menjawab, “Meskipun
badan kami masih di sini, tetapi jiwa sudah bersama Kristus, di atas!.”
Eksekusi dilangsungkan di suatu bukit. Algojo menebas tahanan
satu persatu dengan samurai. Sejak peristiwa itu, keluarga dan anak-anak serta
orang Kristen lainnya termasuk guru injil Baso’ diminta mengungsi masuk ke
dalam hutan karena ada informasi bahwa mereka semua akan di habisi. Namun,
pertolongan Tuhan datang. Pada pagi hari petugas keamanan di bawah pimpinan
Sersan S. Patioran datang menjemput Keluarga Baso dan Keluarga Pdt. Joesoef
Tappi’ atas petunjuk dan laporan dari seorang bekas anak asuh guru Injil Baso.
Mereka dibawa ke Kota Masamba dan dikembalikan ke Tana Toraja.
Pdt. Joesoef Tappi yang terbunuh pada Januari 1946 di Mariri,
Masamba, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, tercatat sebagai pendeta
Toraja pertama yang mati syahid. Jenazahnya dikenali dari cincin nikah yang
dipakainya. Jenazah kemudian diambil keluarga dari Buakayu dan kemudian
dikuburkan di Sawa, Buakayu, di tempat kelahirannya.
Yang lebih meyakinkan adalah dengan cari uji darah khas Toraja. Saudaranya yang datang menjemput tulang belulangnya, kemudian meneteskan darahnya ke tulang itu, dan darah itu bereaksi dengan tulang tersebut. Rupanya begitulah caranya masyarakat Toraja zaman dahulu kalau untuk mengetes DNA seseorang.
Yang lebih meyakinkan adalah dengan cari uji darah khas Toraja. Saudaranya yang datang menjemput tulang belulangnya, kemudian meneteskan darahnya ke tulang itu, dan darah itu bereaksi dengan tulang tersebut. Rupanya begitulah caranya masyarakat Toraja zaman dahulu kalau untuk mengetes DNA seseorang.
MENJADI INSPIRASI
Pdt. Joesef Tappi layak menjadi inspirasi karena telah
mengajarkan arti pengorbaan yang sesungguhnya. Dalam kondisi apapun, meskipun
nyawa menjadi taruhannya, Joesoef Tappi bersikukuh terhadap keyakinannya. Ia
telah mengajarkan arti sebuah pengorbanan. Seorang yang tidak pernah takut
terhadap keyakinan dan berpendirian teguh pada kebenaran.
Sumber : Dihimpun dari berbagai sumber dan Buku Menjawab Panggilan (A.J Anggui Dkk)
Jangan
Pernah Berhenti Untuk Belajar…
Tetaplah
bersama membangun sesame dan saling mengingatkan…
Jika
Anda Merasa terbebani…. Teruslah Berbagi dengan membagikan Cerita ini Ke Semua
sahabat anda….
Share
dan Klik Link situsnya…..
Seorang Martir Pertama Asal Toraja YOSEP TAPPI’
Subscribe to:
Posts (Atom)
-
PROFIL KEC. GANDANG BATU SILLANAN PROFIL KEC. GANDANG BATU SILLANAN A. KONDISI WILAYAH a. Sejarah Terbent...
-
FAKTA - FAKTA TENTANG ALKITAB Inilah Fakta-Fakta Tentang Alkitab : 1. Alkitab adalah buku paling laris di dunia. 2. Sekitar 50 b...
-
PERAYAAN NATAL MA'PALAMPANGBATU 2019 DAN SYUKURAN KEBAHAGIAAN JANUARI 2020 Perayaan Natal Mapalampangbatu # T...